Bagaimana Hukum Mengucapkan Sayyidina pada Shalawat?

Assalamu'laikum pada sahabat muslim semua. Di akhir-akhir tahun 2013 kemarin, mungkin saudara sering mendengar perdebatan antara umat muslim dengan umat musli yang lain tentang penambahan kalimat Sayyidina pada Sholawat Nabi Muhammad SAW. Ada sebagian dari kita mengatakan bahwa mengucap Sayyidina adalah Bid'ah hukumnya karena Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan demikian, namun ada pula yang menambahkan kata Sayyidina sebagai wujud rasa sopan, segan, menghormati, dan menghargai akan hadirnya Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya yang benar yang mana? Nah, kali ini kita akan bahas tentang hal tersebut secara mendalam dengan melihat bukan hanya dengan Dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits, tetapi juga menggunaka Akal Pikiran kita, seperti yang yang Allah katakan,


"Katakanlah: Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS Az-Zumar:9)

Mendasar pada ayat ini, maka jika ada perbedaan pendapat antara umat muslim, maka sebaiknya kita selesaikan secara akal sehat, karena manusia diciptakan dilengkapi dengan akal pikiran yang lengkap supaya mereka berfikir dan tidak menghukumi apa yang sebenarnya bukan kapasitas mereka.


Bismillahirrohmanirrohim,

Pendapat Pertama, mengatakan bahwa mengucap sayyidina adalah boleh, karena hal tersebut dianggap ucapap penghormatan seperti yang tersurat dalam sebuah ayat,

"Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS Al Ahzab:56)

Nah, kebanyakan orang yang mengucapkan sayyidina beranggapan bahwa ucapan tersebut adalah wujud dari penghormatan kepada Nabi kita Muhammad SAW, walaupun dalam ayat tersebut tidak disebutkan bagimana cara mengucapkan salam penghormatan. Karena agama islam itu dinamis, maka ucapan penghormatan bisa berbeda-beda di tiap wilayah, misalkan dijawa, orang jawa mengucap Kanjeng Nabi Muhammad SAW, ucapan kanjeng tersebut disematkan sebagai rasa penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar.

Seperti di saat kita memanggil seorang yang punya dianggap lebih mulia, atau orang tua, kita mengucapkan Pak, Bu, Mbah, Mas, itu adalah wujud rasa penghormatan kita kepada mereka, dimana Pak, Bu, Mbah juga tidak ada dalilnya.

Pendapat Kedua, mengatakan bahwa mengucap sayyidina saat bershalawat adalah perbuatan bid'ah (mengada-ada) karena Rosulullah tidak pernah mengajarkan ucapan shalawat yang demikian, seperti yang tersurat dalam Al Hadits berikut:

Sahabat Basyir bin Saad RA bertanya kepada Rasul : Allah SWT Telah memerintahkan kami untuk bershalawat kepadamu, maka bagaimanakah cara kami bershalawat kepadamu? Jawab Nabi: Katakanlah Allahumma Shalli’ala Muhammad dst. (HR Ahmad 4/1185/273-274, Muslim No. 405, Nasai 3/45 serta Tirmizi No, 3220 serta dishahihkannya)

Mendasar pada hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan mengucap sayyidina dalam sholawat. Dan menurut mereka, ucapan tersebut adalah perbuatan bid'ah, yaitu mengada-adakan suatu perkara yang tidak dicontohkan oleh Rosulullah.


Bedah Masalah,
Bagaimana seharusnya dari kita sebagai umat muslim "yang berakal" menyikapi perbedaan tersebut di atas? Apakah dengan menyalahkan dan menghukumi suatu perbuatan dapat menyelesaikan masalah? Tentu, jawabnya TIDAK. Nabi kita Muhammad SAW bahkan Allah SWT mengajarkan kepada kita umat muslim untuk saling menghargai. Jika ada suatu pemasalahan diselesaikan secara radikal, maka akibat yang akan ditimbulkan adalah perpecahan umat. Dimana memang, yang menjadi musuh orang islam sendiri adalah orang islam itu sendiri, bukan orang kafir atau siapa pun.

Mari kita berangkat dari ayat di bawah ini, semoga Allah bisa membukakan pintu hati kita kepada umat islam yang lain pendapat kepada kita,

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (QS. Al-’Alaq : 6-7)

Mengilhami dari ayat tersebut di atas, bahwasana manusia hanya melihat kelebihan dan kebenaran pada diri mereka sendiri. Kita hanya melihat kesalahan orang lain, kita hanya menghukumi sesuatu yang dilakukan orang lain. Mereka tidak sadar bahwa melihat orang lain salah, dan merasa diri cukup, adalah perbuatan yang benar-benar melampaui batas. Maksudnya melampaui batas disini, adalah sesuatu yang sebenarnya bukan kapasitas manusia, tapi berani menghukumi dan menyalahkan orang lain. Sesuatu yang sebenarnya itu adalah kapasaitas Allah sebagai Dzat Yang Maha Mengetahui yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Itu semua bukan kapasitas manusia. Yang bisa dilakukan manusia hanyalah membedakan antara hal yang baik dan yang buruk (bahkan terkadang kita masih salah membedakan keduanya), bukan membedakan antara hal yang benar dan yang salah. Manusia itu tidak ada apa-apanya, yang diketahuinya hanyalah 0,0000000....1% dari fakta kebenaran yang ada.

Maka dari itu, jika pendapat pertama itu baik (menurut akal manusia) yasudah lah, biarkan umat yang percaya dengan mengucap sayyidina adalah rasa penghormatan seoerti yang dimaksud Allah. Pendapat kedua menurut saya juga baik, karena tidak mengubah kalimat shalawat seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Yang salah itu adalah ketika kita "Menyalahkan Orang Lain". Karena sesungguhnya yang tahu yang benar atau yang salah hanya Allah SWT. Bukan manusia, bukan Jin, bukan malaikat, bahkan buka Nabi. Kalau ada perbedaan pendapat pada penafsiran Al Quran atau Al Hadits, maka itu adalah perbedaan akal manusia saja, sedangkan manusia tidak bisa berbuat apa-apa.

Renungkanlah kata-kata berikut: "Orang yang merasa benar walau sejatinya memang benar, lebih buruk daripada orang yang merasa salah walau notabene memang salah, apalagi yang merasa benar padahal dia salah!." Jadi saudara-saudara umat muslim semua, mari kita berebut salah (jangan kebalik) dan memohon ampun kepada Yang Maha Benar. Semoga Allah membukakan pintu hidayahnya kepada kita lewat tulisan-tulisan ini. Amin





Komentar anda sangat diharapkan untuk ikut membangun blog ini! Syarat berkomentar:
1. Isi berupa saran dan kritik yang membangun
2. Tidak berisi kata sara, ejekan, atau hinaan terhadap satu atau sebagian kaum
3. Apabila ada perbedaan pendapat silakan sampaikan secara musyawarah & mufakat

Related

Ushul Fiqih 8043416095245221140

Posting Komentar

Comments
2 Comments
  1. Tergantung masing-masing pribadi, saya setuju dengan anda, yang salah adalah yang menyalahkan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semua tergantung pada perilaku masing-masing :)

      Hapus

emo-but-icon

Follow Us

Follow Us

Like Us

Live Traffic

item